26 October 2010

HUKUMAN MATI DARI SUDUT ETIS DAN ALKITAB


Oleh: Awis

Pendahuluan              
     Hukuman mati ialah hukuman yang diputuskan oleh pihak mahkamah membabitkan pesalah dibunuh sebagai balasan jenayahnya, sama ada secara pancung, tembak, gantung, suntikan maut dan sebagainya.
     Hukuman mati mempunyai sejarah yang lama dalam masyarakat manusia, dan pernah berlaku di hampir semua masyarakat. Biasanya, hukuman mati itu dilaksanakan demi menegakkan keadilan di dalam masyarakat. Tetapi dari segi ketenteraan, hukuman mati adalah satu cara untuk mengawal disiplin tentera. Contohnya, askar yang enggan bertempur atau lari daripada tugasan boleh dihukum mati. Tindakan ini adalah supaya tiada askar yang enggan bertempur kerana takut. Selain itu, hukuman mati juga merupakan satu cara untuk mengadakan kawalan sosial. Di negara yang autokratik, mereka yang mempunyai perbezaan pendapat dengan kerajaan mungkin akan dihukum mati. Contohnya di negara komunis, seseorang itu akan dibunuh sekiranya ia dianggap "anti-revolusi" ataupun pemikirannya itu "berbahaya kepada masyarakat".

     Cara melaksanakan hukuman mati sebenarnya mengalami banyak perubahan. Pada masa sekarang hukuman mati biasanya dilaksanakan dengan kesakitan yang minimum. Cara yang melibatkan perdarahan dan mengambil masa yang lama biasanya tidak digunakan. Ini adalah kerana hukuman mati bermaksud menamatkan nyawa seorang penjenayah, dan tidak bermaksud menyeksanya.

     Di negara yang bertamadun, hukuman mati adalah satu pendekatan untuk menghapuskan jenayah. Biasanya hukuman ini hanya dikenakan kepada penjenayah berat sahaja. Contoh bagi jenayah yang membawa kepada hukuman mati adalah seperti berikut:
·   Membunuh
 Kebanyakan negara akan mengenakan hukuman mati kepada mereka yang membunuh secara segaja. Ini adalah berdasarkan prinsip pembalasan: "hutang harta dibayar harta; hutang darah dibayar darah".

·   Penyeludupan dadah
Di negara Asia seperti Malaysia, Singapura, dan juga China, sesiapa yang melakukan penyeludupan dadah boleh dikenakan hukuman mati. Ini adalah berdasarkan bahawa dadah memberi kesan yang mahaburuk kepada masyarakat.


·   Penjual-belian manusia
Di negara China, penjual-belian manusia adalah satu jenayah yang membawa hukuman mati.


·   Jenayah seks/rogol
Di negara Islam, penjenayah seks boleh dikenakan hukuman mati. Keadaan yang sama juga berlaku di Vietnam yang mengenakan hukuman mati terhadap pesalah yang merogol kanak-kanak.

·   Jenayah-jenayah lain
Menderhaka, menculik, penyalahgunaan senjata api, malah rasuah adalah antara kesalahan  yang dikenakan hukuman mati di beberapa negara.[1]
..
Dalam sejarah, dikenal beberapa cara pelaksanaan hukuman mati:
A.  Hukuman Pancung
      Hukuman dengan cara potong kepala.

B.  Hukuman Renjatan Letrik
Hukuman dengan cara duduk di kerusi yang kemudian dialiri kuasa letrik bertenaga tinggi.

C.   Hukuman Gantung
Hukuman dengan cara digantung di tiang gantungan.

D.  Hukuman Gantung
Hukuman dengan cara disuntik obat yang dapat membunuh.

E.  Hukuman Tembak
Hukuman dengan cara menembak jantung seseorang, biasanya pada hukuman ini terpidana harus menutup mata untuk tidak melihat.

F.   Hukuman Rejam
Hukuman dengan cara dilempari batu hingga mati.[2]

     Menurut Wikipedia edisi bahasa Indoensia, dijelaskan beberapa kategori hukuman mati dan dilakukan menurut negara tertentu.[3] Saya memetiknya sebagai rujukan tambahan yang berhubung dengan hal-hal hukuman mati. Berikut adalah kategori yang dimaksudkan:-

 

Guillotine

     Guillotine adalah sebuah alat untuk membunuh seseorang yang telah divonis hukuman mati dengan cepat dan 'manusiawi'.

     Guillotine menjadi terkenal pada Revolusi Perancis, tetapi sebenarnya sebelumnya sudah ada alat seperti ini. Guillotine dinamakan menurut Joseph Ignace Guillotin (1738 - 1814), yang menyarankan supaya memakai alat ini sebagai alat eksekusi. Ironisnya ia sendiri sebenarnya tidak setuju dengan hukuman mati. Ia berharap bahwa alat'nya' akan menghapuskan hukuman mati.

     Pada Revolusi Perancis, dibutuhkan sebuah alat yang mampu mengeksusi para terdakwa secara cepat. Guillotine ini mencukupi persyaratan ini, maka di setiap desa di Perancis di tengah pasar lalu ditempatkan.

     Pada tanggal 25 April 1792, Nicolas Jacques Pelletier adalah korban pertama guillotine. Secara total pada Revolusi Perancis puluhan ribu orang dieksekusi menggunakan alat. Di Paris sendiri saja diperkirakan 40.000 orang dibunuh dengan guillotine, antara lain Raja Louis XVI dan istrinya Marie Antoinette.

     Guillotine dirancang untuk membuat sebuah eksekusi semanusiawi mungkin dengan menghalangi sakit sebanyak mungkin. Terdakwa disuruh tidur tengkurap dan leher ditaruh di antara dua balok kayu di mana di tengah ada lubang tempat jatuhnya pisau. Pada ketinggian 7 meter, pisau dijatuhkan oleh algojo dan kepala terdakwa jatuh di sebuah keranjang di depannya.

     Pemenggalan kepala dengan guillotine hanya berlangsung beberapa detik saja. Pendapat para dokter pada awal yang katanya orang baru kehilangan kesadarannya setelah 30 detik dihiraukan. Menurut pendapat para dokter modern, otak seseorang maksimal hanya bisa sadar selama 10 detik saja.

     Eksekusi dengan guillotine kala itu menjadi tontonan umum, tetapi kemudian guillotine ditaruh di dalam penjara karena dianggap kejam. Terdakwa terakhir yang dihukum mati dengan alat ini adalah Hamida Djandoubi. Ia dieksekusi di Marseille pada tanggal 10 September 1977.

  

Hukuman gantung

     Hukuman gantung adalah menggantung seseorang dengan menggunakan tali gantungan ("simpulan hukum gantung") yang dibelitkan di sekitar leher yang mengakibatkan kematian. Cara ini telah digunakan sepanjang sejarah sebagai suatu bentuk hukuman mati, pertama kali diterapkan di kerajaan Persia kurang lebih 2500 tahun yang lalu.[1], dan sampai saat ini masih digunakan di beberapa negara. Cara ini juga merupakan suatu cara yang umum dipergunakan untuk bunuh diri.

Hukuman mati

     Hukuman mati ialah suatu hukuman atau vonis yang dijatuhkan pengadilan (atau tanpa pengadilan) sebagai bentuk hukuman terberat yang dijatuhkan atas seseorang akibat perbuatannya.

     Pada tahun 2005, setidaknya 2.148 orang dieksekusi di 22 negara, termasuk Indonesia. Dari data tersebut 94% praktek hukuman mati hanya dilakukan di empat negara: Iran, Tiongkok, Arab Saudi, dan Amerika Serikat.

 

Hukuman pukulan rotan

     Hukuman pukulan rotan adalah sebuah hukuman tindak pidana yang berlaku di Malaysia dan Singapura.

Undang-undang mengenai pukulan rotan

     Jumlah pukulan rotan terbanyak yang bisa dikenakan kepada seorang terdakwa menurut undang-undang Malaysia ialah 24 kali pukulan rotan. Terdapat dua jenis rotan yang digunakan:

·         Rotan jenis tipis, yang digunakan untuk kasus sogok-menyogok, kesalahan
korupsi, dan kriminalitas kerah putih;
     Rotan jenis tipis tidak begitu merusakkan badan, tetapi lebih menyakitkan. Pukulan rotan dengan rotan tebal yang melebihi lima kali bisa mengakibatkan impotensi dan mati rasa dari punggung ke bawah, dimana hal tersebut sukar disembuhkan. Oleh karena sakitnya pukulan rotan yang begitu dahsyat, undang-undang Malaysia telah memberi pengecualian pada kategori-kategori di bawah terhindar dari hukuman tersebut:

·         Perempuan, karena pukulan rotan bisa mengganggu kesehatan kandungan;
·         Lelaki berumur 50 tahun keatas;
·         Orang yang disahkan tidak sehat oleh dokter; dan
·         Orang gila

Aturan hukum pukulan rotan (Merotan)

     Pada hari hukuman merotan dilaksanakan, para terhukum yang terlibat akan memperoleh pemeriksaan kesehatan. Mereka akan berbaris dalam sebuah barisan untuk giliran masing-masing di tempat yang mana lokasi pelaksanaan hukuman merotan tidak bisa terlihat oleh mereka.

     Pejabat Penjara Negeri Johor akan menyaksikan pelaksanaan merotan, bersama-sama dengan seorang dokter dari Rumahsakit Sultanah Aminah dan seorang pegawai penjara. Pemeriksaan teliti lalu diambil supaya hukuman merotan tidak dijatuhkan kepada orang yang salah.

     Petugas penjara akan membacakan hukuman kepada terhukum, dan memintanya mengesahkan adakah hukuman yang terbaca itu betul atau tidak. Ia juga akan menanyakan terhukum tersebut apakah pembelaan telah dibuat. Jika belum, hukuman merotan akan ditangguhkan sehingga keputusan pembelaan dinyatakan.

     Terdakwa masih dalam keadaan telanjang selepas pemeriksaan kesehatan, kecuali sehelai penutup yang diikatkan di pinggang. Sewaktu dirotan, tangan dan punggungnya diikat kepada suatu rangka berbentuk "A". Kepalanya diletakkan dibawah sebatang kayu melintang supaya badannya membungkuk.

     Algojo yang melaksanakan hukuman merotan haruslah kompeten dan disahkan melalui ujian/tes oleh pengadilan. Saat ini, mereka akan dibayar RM10.00 (atau sekitar 26 ribu rupiah menurut kurs sekarang) untuk setiap rotan, yang mana sebelumnya untuk tugas ini algojo dibayar RM1.00, atau sekitar duaribu enam ratus rupiah per satu rotan).

     Dalam pelaksanaan tugasnya, algojo harus diberi waktu yang cukup. Pegawai penjara yang bertugas menghitung jumlah pukulan rotan tidak boleh menentukan waktu untuk pukulan rotan selanjutnya. Tugasnya cuma memastikan terhukum tidak dikenakan rotan yang melebihi atau kurang daripada apa yang ditetapkan oleh pengadilan.

     Algojo akan memulai pelaksanaan hukuman dengan memegang rotan secara mendatar diatas kepalanya. Lokasi tempat pelaksanaan hukuman harus dalam keadaan tenang dan sunyi. Apabila algojo telah siap, maka ia akan melepaskan tangan kirinya dan mengayunkan rotan kearah punggung terpidana dengan sekuatnya, seperti pemain golf mengayunkan pemukul. Untuk mencapai akibat yang paling dahsyat, algojo perlu memastikan bahawa ujung rotan digunakan untuk memukul terhukum.

     Rotan yang direndam dengan cairan "Pemutih Clorox" untuk membunuh kuman, juga akan meningkatkan kesakitan terhukum. Kulit punggung akan lebam/memar bila dirotan satu kali. Dan jika pukulan rotan lebih dari lima kali dikenakan, kulit punggung terpidana akan terkelupas robek dan mulai berdarah.

Semua hukuman merotan harus dijalankan dalam satu kesempatan. Sekiranya terhukum pingsan, atau dokter memerintahkan agar pelaksanaan hukuman dihentikan karena terdakwa tidak bisa melanjutkan hukuman nya saat itu (jika terlalu berbahaya bagi terpidana dan dapat menyebabkan kematian), pelaksanaan hukuman rotan akan dihentikan. Sebuah permohonan akan dibuat kemudian pada pengadilan supaya sisa hukuman rotan digantikan dengan hukuman kurungan. Biasanya, setiap rotan disamakan dengan lima atau enam bulan pengurungan.

     Rotan yang sudah dipakai bisa digunakan kembali. Walaupun demikian, tindakan pencegahan perlu diambil untuk terpidana yang mengidap HIV/AIDS. Rotan yang baru akan digunakan untuk kasus tersebut, dan selesai digunakan, rotan itu akan dibakar. Algojo juga dikehendaki memakai alat perlindungan, sarung tangan dan topeng kaca penutup mata, ditakutkan daging dan darah terpidana yang menderita HIV/AIDS akan mengenai tubuh algojo.

     Selesai dirotan, terpidana akan diantarkan ke klinik penjara untuk mendapatkan perawatan. Terhukum akan dirumahsakitkan sehingga luka-lukanya sembuh, tergantung pada ketersediaan tempat tidur di klinik penjara. Sementara waktu, terhukum terpaksa berbaring dengan bagian perut menghadapi kasur, karena punggung yang telah cedera.

 

Iron maiden (alat)

     Iron maiden adalah alat penyiksa terbuat dari besi berbentuk tabung dengan engsel didepannya, ukurannya cukup untuk manusia. Biasanya memiliki semacam jendela kecil yang dapat ditutup sehingga penyiksa bisa menginterogasi si korban, menyiksa atau membunuh seseorang dengan menembuskan benda tajam (seperti pisau, duri atau paku) ke tubuhnya dan korban dipaksa untuk tetap berdiri. Sang terhukum akan kehilangan darah secara cepat dan perlahan-lahan melemah, akhirnya akan kehilangan darah atau kemungkinan sesak nafas.

Memancung
     Memancung adalah tindakan memisahkan kepala dari badan manusia atau binatang. Biasanya dilakukan dengan kapak, pedang, maupun guillotine. Kata lain dari memancung adalah memenggal dan seseorang yang mengeksekusi disebut Pemancung/ Pemenggal.

     Kalimat memancung bisa merujuk kepada sebuah acara/ upacara tertentu, untuk memisahkan kepala dari badan yang telah mati. Pemenggalan kepala ini biasanya untuk sebuah piala, sebuah peringatan, untuk menghilangkan identitas korban, krionik dan alasan lainnya. Pemenggalan leher sangat fatal akibatnya, dalam hitungan detik ke menit ketika terjadi adanya kematian pada otak tanpa sokongan salah satu anggota tubuh.

Menguliti
     Menguliti adalah sebuah aktivitas mengangkat sebuah kulit dan biasa dilakukan dengan sebuah pisau. Proses ini biasa dilakukan terhadap binatang yang telah mati, sebagai salah satu persiapan untuk mengkonsumsi daging dan kulitnya digunakan untuk keperluan lain.

     Menguliti bisa juga dilakukan terhadap manusia hidup sebagai salah satu bentuk hukuman. Ketika pengangkatan sebuah kulit terjadi terhadap seseorang, teramat sangat menyakitkan, ini adalah sebuah metode brutal dari sebuah eksekusi.

 

Etimologi

     Menguliti berasal dari sebuah kata benda yaitu kulit. Banyak makna dari kata menguliti ini, di antaranya adalah:
·         Membeset (membuang, mengambil),
·         Memberi kulit; membalut (menyampul) dengan kulit.

 

Hukuman menguliti zaman dahulu - Assyria

     Bangsa Assyria telah mempraktekkan hukuman menguliti terhadap tawanannya. Setelah dikuliti, korban lalu dibakar hidup-hidup. Kulit kemudian digantung di pintu gerbang kota, dengan maksud mendapatkan penghormatan dari bangsa Israel.

Penjara

     Penjara adalah tempat di mana orang-orang dikurung dan dibatasi berbagai macam kebebasan. Penjara umumnya adalah institusi yang diatur pemerintah dan merupakan bagian dari sistem pengadilan kriminal suatu negara, atau sebagai fasilitas untuk menahan tahanan perang.

Jumlah tahanan penjara di dunia

     Lebih dari 9 juta orang dipenjara di seluruh dunia saat ini. Populasi tahanan penjara di kebanyakan negara meningkat dengan tajam pada awal tahun 1900-an. Jumlah tahanan Amerika Serikat adalah yang terbanyak berdasarkan negara, melebihi 2 juta jiwa; 70%-nya merupakan tahanan dengan kasus narkoba. Di Rwanda, hingga tahun 2002, lebih dari 100.000 orang ditahan dengan kecurigaan mengenai keikut sertaan mereka dalam genosida yang terjadi pada tahun 1994.

     Rusia dan Republik Rakyat Cina (dengan populasi 5 kali lebih besar dari AS) juga mempunyai jumlah tahanan melebihi 1 juta pada tahun 2002. Tidak ada data yang tersedia untuk Korea Utara. Britania mempunyai 73.000 tahanan pada 2003, mirip dengan jumlah yang dimiliki Jerman dan Prancis.

Penyaliban

     Penyaliban merupakan salah satu bentuk eksekusi yang terkejam yang pernah ada di dunia. Esensi dari penyaliban bukanlah kematian itu sendiri, melainkan penderitaan saat menjelang kematian. Dengan demikian, kematian merupakan suatu hal yang sangat diinginkan oleh orang yang disalib.

     Berbeda dengan cara eksekusi terpidana mati pada masa sekarang, proses penyaliban memerlukan waktu yang relatif lama sehingga saat-saat penderitaanpun terasa sangat berat. Bandingkan hukuman gantung, kursi listrik, suntikan mati, kamar gas, tembak mati, pancung, dsb. yang hanya membutuhkan waktu beberapa detik saja menjelang kematian dengan penyaliban yang kadang-kadang membutuhkan waktu berjam-jam.

 

Kebudayaan menyalib

     Penyaliban adalah salah satu bentuk hukuman yang diterapkan dalam Kekaisaran Romawi, dan orang yang paling terkenal karena hukuman salib oleh pemerintah Romawi adalah Yesus. Pada zaman Yesus para pemberontak dan pelaku kriminal dihukum dengan cara disalib.

Tata cara penyaliban

     Kedua tangan mereka biasa diikat dan kaki mereka diberi pijakan kayu dan mereka dijemur panas matahari dan menjadi tontonan orang-orang sebagai peringatan. Namun penyaliban Yesus seringkali dilukiskan kedua tangan dan kedua kaki Yesus dipakukan, yang menyebabkan Yesus kehilangan banyak darah ditambah dengan dijemur matahari.

Pandangan Orang Yahudi atas penyaliban
     Selain itu dalam adat istiadat Yahudi, ada tertulis bahwa terkutuklah orang yang digantung di atas pohon (kayu atau balok kayu), sehingga hingga saat ini banyak orang Yahudi yang menganggap Yesus mati secara terkutuk.

Pandangan Kristen atas penyaliban

     Dalam agama Kristen Yesus disalib untuk menebus dosa manusia, melalui Dia yang disalib, manusia yang berdosa digantikan atau ditebus dari penghukuman, sehingga semua dosa yang telah dilakukan digantikan melalui pengorbanan-Nya.

Rajam

     Rajam adalah hukuman melempari penzina dengan batu sampai mati dan yang berhak menjatuhkan hukuman rajam itu adalah pengadilan tinggi suatu negara yang menganut hukum agama Islam. Prosesi rajam dengan cara, para penzina ditanam berdiri di dalam tanah sampai dadanya, lalu dilempari batu hingga mati.

Hukuman rajam modern

Beberapa negara yang mengamalkan hukuman rajam sampai mati adalah:
1.      Iran
2.      Arab Saudi
3.      Sudan
4.      Pakistan
5.      Beberapa bagian Nigeria
6.      Afganistan semasa pemerintahan Taliban.

Suntik mati

     Suntik mati adalah suatu tindakan menyuntikkan racun berdosis tinggi pada seseorang untuk menyebabkan kematian. Penggunaan utamanya adalah untuk eutanasia, bunuh diri, dan hukuman mati. Sebagai metode hukuman mati, suntik mati mulai mendapat popularitas pada abad ke-20 untuk menggantikan metode lain seperti kursi listrik, hukuman gantung, hukuman tembak, kamar gas, atau hukuman pancung yang dianggap lebih tidak berperikemanusiaan, walaupun masih terus diperdebatkan sisi kemanusiaannya. Pada eutanasia, suntik mati juga telah dipergunakan untuk memfasilitasi kematian sukarela pada pasien-pasien dengan kondisi terminal atau sakit kronis. Kedua penerapan ini menggunakan kombinasi obat yang serupa.[4]

     Jika kita melihat daripada kepada keseluruhan maksud hukuman mati sehingga kepada kategorinya dan pelaksanaannya, maka muncul sebuah pertanyaan, “Adakah Hukuman Mati Ini Masih Relevan?”, menurut Ahmad Ibrahim (Penolong Profesor Kulliyyah Undang-Undang, Universiti Islam Antarabangsa Malaysia-UIAM), sebagaimana tulisannya yang dipetik dalam artikel Berita Harian online,[5]

     ADAKAH Malaysia harus mengekalkan hukuman mati? Mungkin ada yang menganggap ini soalan klise kerana perdebatan mengenai hukuman mati sudah lama berlangsung dan banyak pendapat yang diketengahkan.

     Namun hakikatnya perdebatan ini tidak akan berakhir atas beberapa alasan tertentu. Alasan utama, termasuk tuntutan prinsip yang diketengahkan menerusi hujah hak asasi.

     Pihak yang memperjuangkan hak asasi menganggap hukuman mati sebagai satu penganiayaan dan ia adalah hukuman yang tidak berperikemanusiaan. Mereka juga menganggap hukuman mati adalah satu bentuk pembunuhan diiktiraf undang-undang yang juga bersifat kejam. Pada pandangan kelompok ini hanya Tuhan saja yang berhak mengambil nyawa seseorang, bukan seorang manusia yang lain.

     Ada juga yang berhujah bahawa seorang hakim mungkin melakukan kesilapan di dalam membuat keputusan menghukum dengan hukuman mati. Lantas, dihujahkan bahawa sekiranya seseorang itu dihukum mati, maka peluang untuk memberi remedi kepada kesilapan itu sudah tidak ada lagi.

     Namun, dengan bersandarkan alasan tersendiri, ramai masih menyokong pengekalan atau kewujudan hukuman mati. Hujah yang dikemukakan ialah, antara lain bagi mengenakan balasan ke atas perlakuan salah yang dilakukan pesalah. Penjenayah itu perlu dihukum atas perbuatannya yang menyalahi aturan sistem kemasyarakatan.

     Selain itu, hak mangsa jenayah hendaklah sentiasa diutamakan daripada hak penjenayah. Dalam kata lain, pendekatan yang perlu diberi perhatian ialah dengan memberi perhatian kepada hak mangsa jenayah dan bukan semata-mata hak pesalah seperti pendekatan yang diambil oleh pihak yang menolak hukuman mati.

     Dalam konsep undang-undang jenayah, kedudukan mangsa di dalam sesuatu perbuatan jenayah hendaklah sentiasa diambil perhatian dalam menentukan kadar atau bentuk hukuman yang ditentukan mahkamah. Saya lebih cenderung kepada pandangan ini.

     Perlu diingat bahawa apa jua hukuman dikenakan ke atas seorang pesalah ia sudah melalui proses perbicaraan dan proses pembuktian di mahkamah. Mahkamah mempunyai prosedur dan sistem keterangan yang tertentu. Proses ini seharusnya mengambil kira semua aspek berkaitan kesalahan yang didakwa. Selepas menjalani proses ini, mahkamah akan membuat keputusan berkaitan hukuman.

     Dalam menentukan jenis dan tahap hukuman, mahkamah semestinya mengambil kira kepentingan individu mangsa jenayah dan darjah kekerasan yang dilakukan penjenayah ketika melakukan perbuatan jenayah itu.

     Dalam banyak kes di Malaysia, mahkamah juga perlu mengambil perhatian kepada kesan perlakuan jenayah yang dilakukan ke atas masyarakat keseluruhannya, umpamanya dalam kes yang membabitkan pengedaran dadah.

     Sekiranya dikatakan seseorang hakim itu tersilap dalam menghukum seseorang masalah ini sepatutnya boleh diatasi dengan membuat perubahan yang perlu ke atas perkara berkaitan pembuktian, seperti tahap dan jenis pembuktian.

     Umpamanya dalam menentukan tahap pembuktian, seorang hakim hendaklah benar-benar yakin, tanpa sebarang elemen keraguan bahawa tertuduh, melalui bukti yang dikemukakan adalah bersalah. Keyakinan itu bukanlah sekadar melangkaui keraguan munasabah (beyond any reasonable doubt), tetapi seharusnya mencapai suatu tahap tanpa sebarang keraguan (beyond any shadow of doubt).

     Tahap pembuktian yang tinggi ini secara langsung dapat membantu hakim daripada melakukan kesilapan di dalam menentukan tahap dan sifat hukuman yang dikenakan.

     Walaupun ada banyak negara di dunia yang menolak atau menghapuskan hukuman mati, ia tidak semestinya menjadi ikatan atau ikutan ke atas Malaysia. Negara ini tidak perlu meniru atau mengikut saja tindakan atau pendekatan negara berkenaan. Malaysia adalah negara merdeka dan berdaulat. Malaysia mempunyai prinsip berkaitan perundangan yang tersendiri. Selepas lebih 50 tahun mencapai kemerdekaan, Malaysia sudah berjaya sedikit sebanyak membentuk jati diri berkaitan aspek perundangan negara. Umpamanya, Malaysia berjaya menghapuskan rayuan ke Majlis Privy dan perbicaraan sistem juri. Oleh itu, Malaysia seharusnya yakin dengan sistem yang ada dan diamalkan selama ini.

     Sekiranya Malaysia perlukan perubahan berkaitan hukuman mati, ia mestilah berdasarkan kehendak masyarakat dan falsafah perundangan yang diamal di negara ini. Sebolehnya perubahan itu harus bebas daripada kontroversi yang berpanjangan.

     Walaupun banyak negara di dunia sudah menghapuskan hukuman mati, keperluan untuk mengamalkan hukuman mati tetap menjadi isu. Ramai rakyat di negara berkenaan yang masih lagi menyokong hukuman mati, terutama ke atas perlakuan keganasan yang melampau atau kejam dan juga jenayah kejam yang membabitkan kanak-kanak atau warga tua sebagai mangsa.

     Malaysia juga akan menempuh masalah sama sekiranya hukuman mati dihapuskan sepenuhnya. Kita juga tahu dalam banyak kes ketika masyarakat Malaysia mahukan hukuman mati ke atas perogol, terutama yang menjadikan kanak-kanak sebagai mangsa atau penjenayah yang menggunakan kekerasan atau senjata api.

     Walaupun menyokong pengekalan hukuman mati bagi kesalahan berat di negara ini, hukuman mati tidak semestinya menjadi pilihan utama. Mungkin juga hukuman mati mandatori bagi sesetengah kesalahan perlu dianalisis kembali.  Hukuman mati mandatori tidak memberi ruang kepada mahkamah untuk memilih tahap dan jenis hukuman selepas memberi perhatian yang sewajarnya kepada keadaan pesalah dan juga keadaan semasa kesalahan terbabit dilakukan.


      Selain itu, tahap pembuktian yang tinggi harus menjadi pokok perbincangan untuk meneruskan hukuman mati di negara ini. Dalam kata lain, sistem perbicaraan dan undang-undang keterangan di mahkamah juga perlu diberikan perhatian yang sewajarnya. Ini bagi memastikan hukuman mati yang dikenakan adalah hukuman yang wajar dan tidak dilihat sebagai satu pencabulan ke atas hak asasi seorang pesalah.[6]

Definisi dan Tanggapan Hukuman Mati Melalui Perspektif Etika
     Sebagai persoalan etis, perkara hukuman mati juga menimbulkan perdebatan yang sangat luas. Lebih-lebih lagi apabila hukuman mati itu berkaitan dengan hak hidup seseorang. Apakah legitimasi hukum boleh dijadikan ukuran moral untuk menghilangkan nyawa seseorang? [7]

     Ada pelbagai pandangan mengenai hukuman mati. kepelbagaian ini pun tidak lari dari pro dan kontra berhubung pelaksanaan hukuman mati sehingga tidak ada definisi baku yang dapat dijadikan sebagai ukuran tepat bagi menjelaskan hukuman mati. Menurut Robert Johnson hukuman mati adalah hukuman berupa kematian sebagai akibat atas pelanggaran terhadap hukum. Sehubungan dengan itu, Robert G. Caldwell memahami hukuman mati sebagai ganjaran berupa kematian terhadap orang-orang yang telah terbukti secara sah melakukan tindakan kejahatan. Dari sudat pandang yang lain iaitu dari segi fungsional, Nayla Widarma memahami hukuman mati sebagai hukuman yang ditujukan untuk menakuti masyarakat supaya tidak melakukan jenayah.[8]

     Dari beberapa pandangan yang dirujuk di atas, terlihat adanya sebuah hakikat yang melekat pada hukuman mati itu sendiri iaitu hukuman mati sebagai sebuah ganjaran. Ganjaran itu kemudian mengakibatkan pada kehilangan nyawa dari pelaku kejahatan yang telah terbukti bersalah dalam sebuah proses hukuman yang sah. Jadi, hukuman mati dari sudut perspektif etika yang pertama adalah, hukuamn ini dilakukan bertujuan untuk menakutkan masyarakat dan jalan memperbaiki tindakan sosial.

Hukuman Mati sebagai Dilema Etis
     Selayaknya perkara-perkara lain, khususnya yang melibatkan hak-hak asasi manusia, praktik hukuman mati juga menimbulkan perdebatan yang tidak hujung pangkalnya. Kes ini memetakan manusia ke dalam beberapa argumen etis yang cukup dilema. Secara umum, kelompok-kelompok yang sering berbeza pendapat dan pandangan mengenai pelaksanaan hukuman mati dikelompokkan sebagai berikut: 

A. Retribusionisme
     Pengikut gerakan ini sangat bersetuju bahawa hukuman mati harus dilaksanakan. Dalam pandangan mereka, seseorang yang melakukan kejahatan adalah pelaku dosa sehingga selayaknya dihukum. Para retribusionis dengan tegas menolak cara meringankan hukuman seseorang yang terlibat, contohnya hanya dimasukkan dalam penjara. Penjara menurut mereka bukanlah tempat yang sesuai untuk pelaku kejahatan berat. Penjara tidak akan memberikan kesan penyesalan kepada si pelaku. Selain itu, pengikut retribusionis menilai bahawa para pelaku kejahatan bukanlah orang sakit sehingga mereka tidak perlu disembuhkan. Para pelaku kejahatan adalah orang-orang yang sedar melakukan tindakan kejahatan dan layak untuk dihukum seberat-beratnya.

     Dalam model etika yang dikembangkan oleh Kant, hal ini dikenal sebagai ‘kewajiban kategoris’. Membiarkan kejahatan tanpa hukuman merupakan pengkhianatan terhadap jiwa yang otonom.[9] Dengan konsep seperti ini, kaum Retribusionis melihat hukuman mati sebagai sebuah cara untuk memberi kesan mendalam terhadap orang-orang yang berniat atau sedang merancang melakukan tindakan kejahatan.

B. Rekonstruksionisme
     Para rekonstruksionis beranggapan bahawa akibat dari sebuah kejahatan besar adalah hukuman mati. Prinsip yang digunakan dalam pandangan ini adalah lex talionis di mana kejahatan harus dibalas dengan hukuman setimpal. Gigi ganti gigi dan mata ganti mata. Dengan kata lain, ketika seseorang menghilangkan nyawa orang lain, maka balasan yang setimpal adalah orang tersebut harus kehilangan nyawa. Dalam hal ini aspek keadilan atau proporsionalistas sangat diutamakan.[10]


C. Utilitaririanisme
     Utilitarianisme membenarkan hukuman yang didasarkan atas motivasi yang bercorak preventif. Aspek penjeraan juga muncul dalam hal ini namun yang menjadi penekanan asas adalah aspek preventif sebagai akibat logik dari sebuah penghukuman. Dengan demikian,  apapun tujuannya, apakah itu untuk penjeraan, reformasi, rehabilitasi ataupun pendidikan moral, penghukuman harus bersifat preventif, iaitu jangan sampai kejadian atau kejahatan serupa terulang kembali.[11]  Dengan demikian, utilitarianisme tidak terlalu mempersoalkan aspek ‘ganjaran’ seperti yang difahami oleh teori retribusionisme, yang penting bagi mereka adalah kejahatan tidak terulang kembali.

D. Rehabilitasionisme
     Rehabilitasionisme menolak adanya praktik hukuman mati walau dengan apa cara sekalipun. Dalam pandangan ini, aspek keadilan tidak difahami dalam rangka proporsionaliti. Keadilan tidak difahami sebagai usaha untuk melakukan pembalasan yang setimpal. Keadilan menurut pemahaman rehabilisionisme adalah memberi kesempatan kepada pelaku kejahatan untuk memperbaiki kesalahan mereka. Dengan demikian keadilan lebih diarahkan sebagai usaha perbaikan daripada tindakan usaha penghukuman.[12]

     Hal senada juga diungkapkan oleh kaum Abolionis. Kaum abolionis menolak adanya praktik hukum mati dengan alasan: pertama, secara psikologi aspek jera, seperti yang dikatakan kaum retribusionis, tidak akan memberi kesan yang mendalam bagi masyarakat. Dengan demikian mereka mengusulkan bahawa penjara seumur hidup akan lebih efektif untuk menghasilkan kesan jera. Kedua, tidak ada yang berhak untuk mencabut nyawa seseorang, termasuk institusi kenegaraan, ketiga, praktek hukuman mati bertentangan dengan hak dan kesucian hidup seseorang.[13]

     Jika dilihat secara sepintas lalu, maka keputusan hukuman mati ini juga dibenarkan dalam Alkitab, hanya berbeza dari perkara hukuman tersebut. Bagaimanapun Allah seringkali menyatakan kemurahan tentang hal ini, contohnya Daud melakukan pembunuhan dan perzinahan, Allah tidak menuntut agar ia dibunuh (2Sam.11:1-5; 14-17; 2Samuel 12:13). Kisah seorang wanita pelacur (Yohanes 8:7) dan banyak hal sebenarnya yang harus Allah putuskan sebagai hukuman mati untuk manusia (Roma 6:23). Kita sangat bersyukur kerana Allah menyatakan kasih-Nya kepada manusia kerana tidak menghukum kita (Roma 5:8).

Mengapa Hukuman Mati Harus Ditolak?
Hukuman Mati bukanlah Kewajiban Moral
     Seperti yang telah sentuh sebelumnya, dalil-dalil utama dari kelompok-kelompok yang pro hukuman mati adalah alasan keadilan dan kepentingan masyarakat. Prinsip ini jugalah yang umumnya menjiwai hukum negara. Menjalankan keadilan dan melindungi kepentingan umum atau kepentingan masyarakat sering dilihat sebagai kewajiban moral yang harus dijalankan oleh sebuah negara. Termasuk dalam hal ini adalah legalistik hukuman mati.

     Jika merujuk pada sistem etika yang dikembangkan oleh Kant, hukum dilihat sebagai sebuah prinsip objektif dan rasional mengenai apa yang harus dilakukan. Dengan demikian, terlepas dari perasaan setuju ataupun tidak setuju, suka ataupun tidak suka, hukum adalah kewajiban yang harus dijalankan.[14]  Dengan pemahaman ini, sering muncul kesimpulan terburu-buru dengan mengatakan bahawa dalam kacamata hukum pelaksanaan, hukuman mati adalah kewajiban yang harus dijalankan. Pertanyaannya adalah, apakah menghilangkan nyawa seseorang dengan alasan legitimasi hukum dapat dibenarkan secara moral? Bukankah dalam kacamata hukum melindungi nyawa seseorang adalah kewajiban yang harus dilakukan? Jika prinsip prima facie-nya William Ross diikut sertakan sebagai solusi, bukankah melindungi nyawa seseorang lebih tinggi dari pada menghilangkan nyawa hanya karena alasan penjeraan?[15]

     Jika saya melihat dari sudut pandang etika moral, terlihat bahawa keputusan untuk menghukum mati seorang penjenayah bukanlah sebuah kewajiban moral yang mutlak harus dijalankan. Keputusan itu boleh saja dijadikan sebagai sebuah ‘kewajiban sementara’ untuk dibahaskan dengan pertimbangan-pertimbangan etis yang lain hingga dihasilkan keputusan-keputusan yang seboleh-bolehnya mungkin didasarkan atas penghormatan bagi nilai-nilai kemanusiaan.

     Dari pemaparan di atas, ada banyak pendapat mengenai hukuman mati. Semuanya tergantung dari sisi mana kita menilainya. Dari segi hukum, hukum mati merupakan proses pelaksanaan yang sah. Akan tetapi, dalam sudut pandang falsafah, hukuman mati pun bukanlah kewajiban moral yang secara mutlak harus diikuti. Alasan lain untuk menolak hukuman mati adalah untuk mematahkan usaha kekejaman. Sementara itu, sekalipun Alkitab memuat banyak praktik hukuman mati, theologi Kristian tetap menolak adanya hukuman mati. Secara umum, alasan penolakan hukuman mati didasarkan atas keyakinan bahawa nilai-nilai kemanusiaan terlalu berharga untuk dilenyapkan dalam sekelip mata.

Apa Kata Alkitab Mengenai Hukuman Mati
     Di dalam Alkitab beberapa perkara yang disentuh berkaitan dengan perkara ini dan
Peraturan yang diputuskan adalah hukuman mati, antaranya adalah:-

a)      Membunuh (Kel. 21:12)
b)      Perbuatan Menculik (Keluaran 21:16
c)      Hubungan seks dengan binatang (Keluaran 22:19)
d)      Berzinah (Imamat 20:10)
e)      Homoseksual (Imamat 20:13)
f)        Menjadi nabi palsu (Ulangan 13:5)
g)      Pelacuran dan pemerkosaan (Ulangan 22:4) [16]

     Ketika orang-orang Farisi seorang wanita pelacur kepada Yesus yang tertangkap basah sewaktu berzinah dan bertanya kepada-Nya apakah wanita itu perlu direjam, Yesus menjawab "Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu" (Yohanes 8:7). Ini tidak boleh difahami bahawa Yesus menolak hukuman mati dalam segala hal. Yesus hanya mengungkapkan kemunafikan orang-orang Farisi. Orang-orang Farisi ingin mengumpan Yesus untuk melanggar Hukum Perjanjian Lama, mereka sama sekali tidak peduli dengan wanita yang akan direjam itu (di mana laki-laki yang tertangkap basah dalam perzinahan?). Allah adalah yang menetapkan hukuman mati: “Siapa yang menumpahkan darah manusia, darahnya akan tertumpah oleh manusia, sebab Allah membuat manusia itu menurut gambar-Nya sendiri” (Kejadian 9:6). Yesus akan bersetuju hukuman mati dalam perkara-perkara lain. Yesus juga menunjukkan anugerah ketika hukuman mati seharusnya dijatuhkan (Yohanes 8:1-11). Rasul Paulus jelas mengakui kuasa dari pemerintah untuk menjatuhkan hukuman mati ketika diperlukan (Roma 13:1-5).

     Suatu pertanyaan dilontarkan, Adakah Alkitab membenarkan hukuman mat? Jawabannya ialah ‘Ya’, Allah mengizinkan hukuman mati. Namun pada saat yang sama Allah tidak selalunya menuntut hukuman mati. Kalau begitu bagaimana seharusnya pandangan orang Kristian terhadap hukuman mati? Pertama, kita mesti mengingat bahawa Allah telah menetapkan hukuman mati dalam firman-Nya, dan kerana itu adalah sombong bagi kita untuk menganggap bahawa kita dapat menetapkan ukuran yang lebih tinggi dari Dia atau dapat lebih murah hati dari Allah. Allah memiliki ukuran yang paling tinggi dari semua makhluk kerana Dia adalah sempurna adanya. Ukuran ini berlaku bukan hanya untuk kita namun juga untuk diri-Nya. Kerana itu Dia mengasihi secara tak terbatas, dan Dia memiliki belas kasihan yang tak terbatas. Kita juga melihat bahawa murka-Nya tanpa batas, dan semua ini terjaga dengan seimbang.

     Kedua, kita harus mengenali bahawa Allah telah memberi kuasa kepada pemerintah dunia untuk menentukan bila seharusnya hukuman mati dijatuhkan (Kej.9:6, Rm.13:1-7). Adalah tidak Alkitabiah menuntut bahawa Allah menentang hukuman mati dalam segala hal. Orang Kristian tidak boleh bergembira ketika hukuman mati dilaksanakan, namun pada saat yang sama orang Kristian juga tidak seharusnya melawan hak pemerintah untuk menjatuhkan hukuman kepada para pelaku jenayah yang kejam.[17]

Kesimpulan
     Daripada semua bahan dan fakta di atas, apa yang saya dapat simpulkan adalah bahawa hukuman mati telah ada dan ditetapkan oleh Allah sendiri (Kejadian 9:6). Sehingga tidak ada alasan untuk menolak hukuman mati. Dalam sepanjang jalannya hukuman baik itu untuk orang yang bersalah maupun sesungguhnya tidak melakukan kesalahan namun menerima hukuman tersebut, segala sesuatunya tidak lepas dari izin Allah.
     Allah telah memberi hak mutlak bagi pemerintah untuk melakukan kewajibannya dan menegakkan keadilan dalam negara sebagai soal-soal moral dan etika, namun kehendak Allah akan terus berjalan. Rasul Paulus jelas mengakui kuasa dari pemerintah untuk menjatuhkan hukuman mati ketika diperlukan (Roma 13:1-5).
     Allah tidak pernah lali dan lari dari segala tindak-tanduk manusia. Jika bagi orang sekuler, hukuman mati adalah kesan jera, namun dalam Kekristianan itu merupakan perintah Allah dalam usaha-Nya menunjukkan keadilan-Nya namun juga menunjukkan kasih-Nya.
     Kedatangan Kristus dan pengorbanan-Nya menggenapi hukum Taurat namun bukan bererti meniadakan hukum Taurat maupun hukuman mati yang telah ditetapkan-Nya. Verkuyl mengatakan: “sebagimana hukuman mati adalah tanda keadilan Allah yang menghukum, demikian pula kemungkinan grasi (ampun) dan amnesti (maaf) adalah tanda kasih kurnia atau rahmat Tuhan.”[18]


[1] http://ms.wikipedia.org/wiki/Hukuman_mati
[2] http://id.wikipedia.org/wiki/Hukuman_mati
[3] http://id.wikipedia.org/wiki/Kategori:Metode_eksekusi
[4] http://id.wikipedia.org/wiki/Kategori:Metode_eksekusi

[5]http://www.bharian.com.my/bharian/articles/Pelaksanaanhukumanmatimasihlagirelevan/Article/index_html

[6]http://www.bharian.com.my/bharian/articles/Plaksanaanhukmanmatimasihlagirelevan/Article/index_html
[7] Akhiar Salmi, Eksistensi Hukuman Mati, (Jakarta: Aksara Persada, 1985), hal. 60
[8] Samuel S. Saragih, Hukuman Mati dan Hak Hidup Manusia,  (Jakarta: STT Jaffray, 2007), hal.16
[9] Lili Tjahjadi, Hukum Moral, (Jogjakarta
[10] Norman L. Geisler,  Christian Ethics: Option an Issues, (Appolos: Leicester, 1990) hal. 199-200
[11] Yong Ohoitimur, Teori Etika Tentang Hukuman Mati Legal,  (Jakarta: Gramedia, 1997), hal.33
[12] Norman L. Geisler, Op.cit hal. 194-195
[13] Yong Ohoitimur, Op.cit, hal. 91
[14] Lili Tjahjadi,  Petualangan Intelektual: Konfrantasi Dengan Para Filsuf Dari Zaman Yunani Hingga Zaman Modern, (Jogjakarta: KANISIUS, 2004) hal.288
[15] Ibid, hal. 289
[16] William Barclay, The Daily Bible Study: The Gospel of John Volume II, (Scotland: The Saint Andrew Press, 1975), Hal. 3-4
[18] J. Verkuyl, Etika Kristen,-Ras, Bangsa, Gereja dan Negara, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1992)

2 comments :

info dan kajian yang baik. Thnks utk bahan ini
~nosad74@gmail.com

Penjelasan yang seimbang.... Good Article.

Saya tergolong orang yang tidak menyetujui HUKUMAN MATI sebagai suatu pembalasan atas tindakan pidana tertentu, dan dengan maksud sebagai Efek Jera kedepannya dengan dalih apapun.

Karena, HAK UNTUK HIDUP adalah HAK yang harus di jamin oleh negara atas warga negaranya. Sekalipun dia telah melakukan kejahatan yang besar. Disinilah peran negara sebagai "GURU" untuk "MENG-EDUKASI" warga negaranya, dan fungsi negara untuk MERAHABILITASI perilaku, moral, dan kelakuan yang salah dari setiap warga negaranya.

Masih banyak cara yang dapat dilakukan melalui hukuman, selain HUKUMAN MATI...

Post a Comment

Sila Berikan Komen ATAU Sumbangan Artikel/Bahan Anda:-

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...